Rabu, 01 Desember 2010

Logika Light On Siang Hari


Logika Light On Siang Hari

Oleh: Ahmad Barjie B

Akhir-akhir ini jika kita berkendaraan di jalan raya, hampir pasti pengendara roda dua menyalakan lampunya di siang hari. Di sejumlah perempatan jalan, polisi lalu lintas selalu berjaga-jaga sambil mengingatkan agar pengendara menyalakan lampu motornya. Aturan ini mulai ditekankan kepolisian beberapa bulan lalu, dan semakin intensif dalam bulan-bulan terakhir. Menurut Kapolsek Banjarmasin Timur AKP Deddy Siregar dan Kabag Bina Mitra Poltabes Banjarmasin AKP Kafwandi, dalam acara dialog bersama masyarakat Kelurahan Pekapuran Raya Banjarmasin Timur, akhir 2009 ini masih tahap sosialisasi lampu menyala siang (light on) hari. Petugas hanya menegur dan mengingatkan, tetapi memasuki 2010 nanti aturan ini akan diberlakukan secara resmi dan bagi yang mengabaikan akan terkena sanksi.
Jika kita amati tingkat ketaatan masyarakat terhadap aturan light on, tampaknya masih fifty-fifty, bahkan kurang. Ada yang menyalakan ketika disuruh polisi saja, atau ketika dekat lampu merah saja, sesudah itu dipadamkan kembali. Ada yang menyalakan pagi hari saja, jelang siang dimatikan. Ada yang menyalakan saat kabut atau mendung, begitu hari cerah dipadamkan lagi. Ada yang menyalakan hanya di jalan raya, sedangkan di jalan kecil pelosok kota, gang-gang, kompleks, dipadamkan. Atau ada yang menyalakan hanya ketika keluar kota atau justru sebaliknya. Dengan alasan kurang bermanfaat, mata silau atau khawatir energi listrik kendaraannya berkurang, kelihatannya masyarakat masih enggan menaati aturan light on ini.
Melihat kenyataan ini menarik dipertanyakan, mengapa pemerintah, khususnya lembaga kepolisian menerapkan aturan ini yang sudah memiliki payung hukum dalam UU Lalulintas terbaru. Mengapa pula masyarakat masih setengah hati dan tidak konsisten menaatinya, dan bagaimana agar tertib berlalu lintas terwujud. Semua ini perlu kita kaji bersama.
Minimize lakalantas
Menurut Deddy Siregar, sepintas aturan light on bertentangan dengan hukum alam. Siang hari sudah ada matahari, jadi logikanya tidak perlu lagi lampu dinyalakan. Kalau malam hari dan gelap, tentu lampu menyala suatu keniscayaan. Tetapi menurut Kapolsek Banjarmasin Timur ini, aturan lampu menyala siang hari sudah melalui kajian yang seksama dan lama. Lembaga kepolisian melihat bahwa fakta yang ada menunjukkan, angka kecelakaan di jalanan selama ini tergolong besar, baik berakibat korban meninggal, luka maupun cacat. Bahkan jalan raya merupakan pembunuh yang kejam ketimbang perang, sebab korbannya jauh lebih besar. Kalau peperangan, sifatnya sporadis dan insidental, tapi kecelakaan di jalan raya sifatnya rutin dan hampir terjadi setiap hati. Jika kita amati seputar lampu merah, biasanya ada pesan layanan masyarakat berisi data korban kecelakaan lalu lintas dalam setahun, setengah tahun, sebulan dan seterus. Belum lagi jika kita langsung catat datanya pada instansi terkait seperti kepolisian, rumah sakit, asuransi jasa raharja, dsb.
Dengan menyalakan lampu di siang hari, pengendara sendiri dan pengendara lain akan lebih waspada. Sepanjang jalan mereka akan selalu cermat dalam mengemudikan kendaraannya. Dengan kehati-hatian tinggi, akhirnya kecelakaan akan berkurang. Pada beberapa daerah yang lebih dahulu menerapkan light on, angka kecelakaannya juga berkurang. Dari sinilah kemudian kepolisian berketetapan untuk menerapkan aturan tsb secara permanen.
Jika alasan penerapan light on untuk mengurangi (meminimize) kecelakaan lalu lintas, tentu perlu kita dukung. Masyarakat perlu menaati tanpa reserve, dan tidak usah mencari alasan untuk mengabaikannya. Kalau tujuannya baik, mengapa tidak. Bukankan tertib berlalu lintas merupakan kebutuhan semua pihak. Bukankah nyawa dan kesehatan amat mahal. Sekali kita luka, cacat, patah tulang, apalagi meninggal, tentu tidak bisa disesali lagi.
Kesadaran semua pihak
Hanya saja kita ingin menyarankan, agar dalam mewujudkan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas, ada banyak hal lagi yang penting diperhatikan. Dan ini terkait dengan berbagai pihak, tak hanya kepolisian, tapi juga pemerintah dan masyarakat pengguna jalan.
Khususnya di Banjarmasin dan luar kota, kita perlu sarankan agar ada aturan tertulis yang dipasang mengenai kecepatan maksimal. Selama ini aturan tsb kelihatannya belum terpasang secara jelas. Ini penting karena begitu banyak pengendara (mobil dan motor) yang mengemudikan kendaraannya secara full, seperti dikejar hantu, atau ada urusan yang mahapenting, padahal semua orang juga penting. Semakin terasa menyeberang jalan atau menikung semakin sulit dan perlu waktu lama. Hak pejalan kaki dan penyeberang jalan semakin diabaikan, padahal jalan raya adalah milik semua.
Perlu pula aturan tegas tertulis tentang larangan main HP di jalanan. Luar negeri sudah menerapkan aturan ini. Kita perlu terapkan aturan ini sebab hampir semua orang punya HP.  Sedikit saja lengah akan berbahaya, tak hanya bagi dirinya tapi justru juga orang lain. Larangan kebut-kebutan dan bergandengan juga perlu disertai sanksi. Beberapa titik perlu selalu ada kepolisian yang bertugas secara on time, terutama di jam-jam sibuk/padat. Jalanan yang sering macet tentu sangat terbantu jika ada polisi di sana
Kepada pemerintah kota, kabupaten, kita sarankan agar ikut memperlancar arus lalu lintas. Sayangnya di Banjarmasin, ada kebijakan yang kurang kondusif. Misalnya pembangunan pintu gerbang raksasa di Km 6, yang terkesan hanya sebagai proyek mercusuar, sudah berbulan-bulan menghambat lancarnya arus lalu lintas, belum lagi risiko biasa dan kalau ada material jatuh.
Median jalan di dalam kota ternyata juga diperbesar, ditinggikan, dan kelihatannya mau ditanami bunga. Ini patut disesalkan, karena akan mempersempit jalan raya. Padahal jalanan kita relatif sempit, dan mengingat jumlah kendaraan yang tinggi, tidak lama lagi jalan itu akan terasa sempit.  Termasuk juga di Banjarbaru dan Martapura, terjadi pelebaran dan peninggian median. Ini berisiko. Bagaimana kalau terjadi kecelakaan di tepi median, jendela mobil tidak bisa dibuka cepat. Median jalan yang ditanami bunga/tanaman dan tiang/reklame, semua itu menghambat pandangan pengguna jalan. Kalau ingin bikin taman, tanam pohon, sebaiknya di pinggir jalan atau tempat lain yang tepat. Kita memang butuh taman kota dan ruang hijau, tapi tempatnya bukan di median jalan yang sudah sempit. Jalanan perlu diperluas, bukannya dipersempit dengan median. Heran mengapa proyek ini tidak disosialisasikan dan diuji kelayakannya bersama masyarakat dan para ahli.
Tak kurang pula pentingnya peran masyarakat mewujudkan tertib dan aman di jalanan. Bagi yang punya usaha di pinggir jalan, hendaknya punya lahan parkir. Jangan parkir konsumen memakan jalan umum. Sudah waktunya pengemudi kendaraan saling menghargai, di situ ada pengemudi mobil, motor, sepda beca, gerobak dan pejalan kaki. Bahkan binatang pun perlu dihargai. Berapa banyak sudah kucing, anjing, ayam, itik, bahkan manusia yang jadi korban kebuasan di jalan raya.
Bagi para wanita, ibu-ibu, gadis dan ABG, juga perlu kita ingatkan agar lebih sopan berpakaian di jalanan umum. Tak mustahil pakaian mini, minim, ketat, paha dan bokong terbuka, juga memantik perhatian pengguna jalan lain, sehingga mereka tidak konsentrasi lagi berkendaraan. Kalau sudah begitu kecelaaan bisa saja terjadi. Di Aceh selalu ada razia wanita berpakaian ketat di jalanan dengan alasan melanggar Qanun Syariah. Di daerah kita hal ini mungkin perlu pula diwacanakan. Alasannya bolehlah bukan karena agama, tetapi lebih kepada tertib berlalu lintas dan membangun kesopanan.
Bukankah kita sering mengaku sebagai masyarakat yang religius. Mana religiusitas kita kalau aurat dan body seksi diumbar dan dipamerkan di ruang publik. Bukankah orang yang baik itu adalah orang menyelamatkan orang lain dari gangguan lidahnya, tangannya, sikap dan kelakuannya serta cara berpakaiannya. (Ketua RW 10 Pekapuran Raya dan Sekretaris Yayasan & Badan Pengelola Masjid At-Taqwa Banjarmasin).
  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar